Senin, 09 November 2015

STUDI BANDING PENYULUH PERIKANAN SULAWESI SELATAN DI SUBANG DAN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT



      Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Sulawesi Selatan, melaksanakan Studi Banding Bagi Penyuluh Perikanan se Sulawesi Selatan. dengan dukungan dana yang ada, peserta studi banding sebanyak 37 orang, yang terdiri dari penyuluh perikanan Kab/Kota, Penyuluh Perikanan Provinsi dan tenaga pendamping dari Bakorluh Sulsel.

      Pelaksanaan Studi Banding bagi penyuluh Perikanan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari sejak tanggal 21 s/d 23 Oktober 2015, di Desa Blanakan Kabupaten Subang, dan BBPBAT-Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

       Kegiatan Studi Banding ini diharapkan dapat menggali sebanyak mungkin informasi baik secara teknis maupun non teknis, untuk dijadikan pembanding dalam pengembangan usaha perikanan di Sulawesi Selatan. Arah kegiatan selanjutnya adalah para peserta diharapkan mampu menganalis hasil-hasil/informasi yang diperoleh untuk melakukan pembaharuan penyuluhan dan pendampingan di tingkat lapangan.
  1. Kegiatan Studi Banding di laksanakan pada 2 lokasi yakni di desa Blanakan Kabupaten Subang dan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar.
  2. Kunjungan di desa Blanakan pada lokasi KUD Mina Fajar Sidik, KUB Fajar Agung, Home industry Tembang Rebus, tepung limbah ikan, Nugget ikan. Sedangkan untuk kunjungan lokasi di BBPBAT Sukabumi, pada kegiatan Budidaya Nila, Lele, Gurame, dan Ko’i.
  3. KUD Mina Fajar Sidik merupakan salah satu KUD yang berkembang di Kabupaten Subang. KUD ini memiliki berbagai usaha bisnis untuk mendukung operasional KUD yakni kepemilikan Tempat Pelelangan Ikan, Mini Market, Bioskop, dan Usaha penangkapan dan Pemasaran. Selain itu, KUD ini juga memfasilitasi pelaku utama yang ada di sekitarnya termasuk kelompok pelaku utama perikanan. Fasilitasi ini berupa bantuan permodalan, sarana prasarana dan pemasaran hasil.
  4. Beberapa kegiatan usaha perikanan  yang dilaksanakan di desa Blanakan Kabupaten Subang, sebagai berikut : Usaha penangkapan yakni KUB Fajar agung adalah kelompok perikanan tangkap yang mengelola usaha penangkapan, bengkel kapal, warung sederhana, pengelolaan mangrove, dan bermitra dengan perusahaan penyedia Bahan Bakar. Hasil usaha menjadi sumber pendapatan kelompok, khususnya unruk operasional 3 (tiga) unit kapal penangkapan yang merupakan bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (INKA MINA); Usaha Pengolahan Hasil dilaksanakan oleh usaha perorangan meliputi kegiatan perendaman, perebusan, pengeringan, dan pengepakan hasil olahan. Selain itu, terdapat juga kegiatan pemanfaatan limbah industry hasil pengolahan ikan, berupa tepung yang dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman teh . Khusus kegiatan pengolahan ikan, pemasaran hasilnya ke pulau Sumatra, sedangkan untuk hasil olahan tepung, dipasarkan ke Negara jepang. Sedangkan untuk kegiatan pemasaran produk-produk di atas, dikelola langsung oleh KUD Mina Fajar Sidik. 
  5. BBPBAT-Sukabumi merupakan lembaga yang melaksanakan kegiatan penelitian,  perekayasaan dan pengembangan usaha perikanan air tawar. Beberapa kegiatannya adalah rekayasa teknologi dan rekayasa biologi ikan air tawar. Selain itu, BBPBAT melaksanakan fungsi pembinaan kelompok melalui kegiatan P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan).
  6. Dalam areal BBPBAT, juga dikembangkan percontohan budidaya secara tradsional, semi intensif, dan intensif, sebagai wadah pembelajaran. Kegiatan dimaksud adalah budidaya kolam, air deras, dan mina padi.
  7. Provinsi Sulawesi selatan memiliki potensi bahan baku yang sangat besar, namun belum dapat terkelola dengan baik. Misalnya kelimpahan komoditi ikan tembang yang hanya memiliki nilai harga yang cukup kecil yakni Rp.500/Kg (kasus di kabupaten Selayar) bila dibandingkan dengan harga ikan tembang yang ada di desa Blanakan yakni Rp.15.000/kg. 
  8. Pengembangan kelompok pelaku utama di desa Blanakan lebih mengoptimalkan kegiatan usaha termasuk kegiatan administrasi kelompok yang tersusun secara rapih. Kelemahan administrasi kelompok di Sulawesi Selatan menjadi satu kelemahan tersendiri dalam pengelolaan usaha;  Kegiatan pemanfaatan limbah industry lebih optimal dilaksanakan dengan adanya jaminan pasar oleh KUD Mina di desa Blanakan. Secara garis besar, kegiatan usaha perikanan telah dilaksanakan secara tertata mulai dari pengolahan hasil, pemanfaatan limbah industry hingga kepada pemasaran hasilnya. 
  9. Sulawesi Selatan memiliki potensi ikan air tawar yang cukup besar. Hampir seluruh wilayah di Sulawesi Selatan dapat dikembangkan usaha perikanan air tawar. Yang menjadi masalah utama adalah ketersediaan induk unggul dan benih unggul yang masih lemah. Sehingga diharapkan BBPBAT sebagai lembaga teknis untuk dapat lebih mengoptimalkan pembinaan di sentra-sentra perikanan air tawar di Sulawesi Selatan.

------------------------------------------- good luck



Selasa, 03 November 2015

BIMTEK PENDAMPINGAN DAN PENGEMBANGAN KPUP

Tahun 2015, Sekretariat Bakorluh Sulawesi Selatan mencoba sebuah metode penyuluhan perikanan dengan cara yang lebih terpadu antara penyuluh perikanan, mahasiswa, dan Lembaga Swadaya masyarakat. kegiatan ini tujuannya adalah lebih mengoptimalkan pembinaan terhadap kelompok pelaku utama perikanan untuk dapat mengembangkan usahanya. sebagai langkah awal, Sekretariat Bakorluh Sulsel mengadakan Bimtek pendampingan dan pengembangan KPUP pada tanggal 12 s/d 15 Oktober 2015 di Makassar, dengan materi Bimteknya adalah Pengolahan Ikan. berikut hasil kegiatan Bimtek tersebut :

     A.   Diskusi/konsultasi Kegiatan
Terkait dengan pendampingan dan pengembangan kelompok pelaku utama perikanan dan dari beberapa hasil diskusi antara peserta Bimtek dan narasumber kegiatan, di dapatkan hasil pertemuan sebagai berikut :
-      Pertemuan dihadiri oleh pelaku utama perikanan yang bergerak dalam usaha pengolahan hasil perikanan, mahasiswa perikanan, tenaga teknis, penyuluh dan lembaga swadaya masyarakat.
-      Salah satu strategi dalam pengembangan UKM adalah mengupayakan untuk melaksanakan perjanjian/MOU antara produsen dan konsumen (selaku perpanjangan tangan kegiatan penjualan produk).
-      Pemerintah dalam menjamin keamanan pangan yang akan dikonsumsi masyarakat, tetap melaksanakan evaluasi dan monitoring terhadap produk-produk termasuk yang berasal dari produk UKM, khususnya terkait dengan izin produksi, kelayakan lahan usaha, dan lain-lain.
-      Untuk produk hasil olahan jenis ikan, agar lebih memperhatikan “siklus rantai dingin” pada proses olahannya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kesegaran dan mutu ikan yang diolah. Dalam proses pemeliharaan produk yang akan dijual agar dihindari penggunanaan formalin/bahan kimia lainnya, agar keamanan pangan untuk konsumen dapat terjamin.
-      Dalam kegiatan pengolahan hasil kelautan dan perikanan, standar higienis dan sanitasi menjadi perhatian utama untuk melindungi konsumen dari penularan mikroba dan pathogen dalam makanan ke tubuh manusia. Standar higienis dan sanitasi semakin tinggi, maka produk yang dihasilkan semakin lama dapat disimpan dan terhindar dari keracunan pada produk.
-      Pemberdayaan UMKM dapat dilaksanakan bilamana ada upaya pemerintah untuk mengembangkan usaha melalui skala industry Rumah Tangga. Dalam hal ini, pengembangan UMKM merupakan salah satu pilar ekonomi masyarakat terutama terkait dengan penyerapan tenaga kerja, misalnya ibu-ibu rumah tangga.
-      Dalam pelaksanaan pendampingan kelompok pelaku utama perikanan, seorang pendamping harus memiliki kompetensi untuk mengarahkan kelompok untuk mencapai tujuan, dengan memperhatikan ketepatan waktu, ketepatan cara dan ketepatan jenis. Selain itu, seorang pendamping harus memiliki sifat mendengar, sabar, dan menghargai kemampuan awal kelompok/perorangan yang didampingi.
-      Sikap dan cara pandang seorang pendamping terhadap masyarakat adalah “kalau kita menganggap masyarakat bodoh, maka sikap pendamping akan Nampak sombong, sehingga hal tersebut mengakibatkan proses pendampingan tidak dapat berjalan optimal.
-      Beberapa materi disampaikan secara teknis yakni teknis pengolahan ikan dan rumput laut.

     B.   Hasil Pre Test dan Post Test
Pengolahan data dilaksanakan dengan merekap dan mengtabulasi  hasil jawaban dari masing – masing peserta sesuai format yang telah disiapkan. Analisis data diolah secara diskriptif dengan pengisian soal jawaban  pada saat kegiatan berlangsung. Selanjutnya diolah secara  kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui pengetahuan, keterampian dan sikap peserta.
Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat respon anggota kelompok terhadap materi Bimtek. Selanjutnya data yang diperoleh dilakukan tabulasi dan diolah dengan melakukan pengukuran terhadap indicator dengan menggunakan Rating Scale atau Skala Nilai dengan menggunakan garis continuum (Padmowihardjo, 2002 )
Pada pelaksanaan Bimtek ini, dari hasil penilaian peserta sebelum pelaksanaan (pre Test), tingkat pengetahuan peserta secara umum mencapai 31,28 % terhadap materi yang disampaikan dalam Bimtek. Setelah pelaksanaan Bimtek terjadi peningkatan pengetahuan hingga 71,88 %, atau ada peningkatan 40,60 %. Sedangkan efektifitas pelaksanaan Bimtek sebagai salah satu upaya untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta mencapai 59,08 % (cukup efektif mampu memberikan dampak positif terhadap peserta). 

     C.   Rencana Tindak Lanjut
Pada pelaksanaan Bimtek pendampingan dan pengembangan pelaku utama perikanan ini, kegiatan dilanjutkan dengan implemntasi teknologi yang diperoleh ke tingkat kelompok perikanan. Implemntasi teknologi dimaksud disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh kelompok. Beberapa kelompok sasaran sebagai tindak lanjut kegiatan bimtek adalah sebagai berikut :
1.    Kelompok Kamboja, kabupaten Jeneponto. Usaha pengolahan ikan yang akan dikembangkan  adalah stik rumput laut, selei rumput laut,sirup rumput laut, abon ikan, nugget dan kaki naga.
2.    Kelompok Abbulosibatang, kabupaten Maros. Usaha yang akan dikembangkan adalah pengolahan bandeng presto, bandeng tanpa duri, sirup rumput laut, permen rumput laut dan dodol rumput laut.
3.    Kelompok Mattoanging, Kabupaten Pangkep. Usaha pengolahan yang akan dikembangkan adalah Nugget dan bandeng tanoa duri.
4.    Kelompok Minasate’ne, kabupaten Takalar. Usaha yang akan dikembangkan adalah abon ikan dan kerupuk ikan.
5.    Kelompok Mutiara laut, Kabupaten Barru. Usaha yang akan dikembangkan adalah pengolahan ikan dan rumput laut.

Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan di tingkat Kelompok sebagai tindak lanjut kegiatan Bimtek adalah sebagai berikut :
1.    Pertemuan sebanyak 5 (lima) kali di tingkat kelompok, mencakup sosialisasi dan penentuan produk yang akan dikembangkan, praktek pengolahan ikan, kegiatan produksi skala usaha, dan pengembangan pasar.
2.    Pendampingan yang dilaksanakan oleh penyuluh pendamping dan Mahasiswa serta LSM pada masing-masing Kabupaten yang mencakup pembinaan teknis dan fasilitasi usaha.
3.    Evaluasi dan Monitoring kegiatan oleh penyuluh provinsi dan tenaga teknis perikanan di Bakaorluh Prov. Sulsel.

--------------------------------------- Semoga bermanfaat

Rabu, 06 Mei 2015

MONOGRAFI PROVINSI SULAWESI SELATAN


oleh : Rachmady Azis

1.    Letak Geografis dan Batas Administratif Wilayah
Letak Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan antara 0012’~80 Lintang Selatan dan 1160 48’~122’ 36’ Bujur Timur, dengan ibukota Makassar. Wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara yaitu Kabupaten Toraja Utara, dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur yaitu Kabupaten Luwu Timur, kemudian berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah timur. Luas wilayah khususnya wilayah daratan kurang lebih 45.764,53 km2 atau , dimana sebagian besar wilayah daratnya berada pada jazirah barat daya Pulau Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah tenggara Pulau Sulawesi.
Luas wilayah daratan Sulawesi Selatan 45.764,53 Km2 atau 45.764.530 Ha, dan wilayah laut 998.370 km2.

2.    Topografi, Iklim dan Tanah
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut oldeman, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 5 jenis iklim, yaitu Tipe iklim A termasuk kategori iklim sangat basah dimana curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/Tahun. Wilayah yang termasuk ke dalam tipe ini adalah Kabupaten Enrekang, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur.Tipe Iklim B, termasuk iklim basah dengan curah hujan rata-rata 3000 – 3500mm/Tahun. Wilayah tipe ini terbagi 2 tipe yaitu (B1) meliputi Kabupaten Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Tipe B2 meliputi Gowa, Bulukumba, dan Bantaeng. Tipe iklim C termasuk iklim agak basah dengan Curah hujan rata-rata 2500 – 3000 mm/Tahun.Tipe iklim C terbagi 3 yaitu Iklim tipe C1 meliputi Kabupaten Wajo, Luwu, dan Tana Toraja. Iklim C2 meliputi Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Barru, Pangkep, Enrekang, Maros dan Jeneponto. Sedangkan tipe iklim C3 terdiri dari akassar, Bulukumba, Jeneponto, Pangkep, Barru, Maros, Sinjai, Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Parepare, Selayar. Tipe iklim D dengan Curah hujan rata-rata 2000 – 2500 mm/Tahun. Tipe iklim ini terbagi 3 yaitu Wilayah yang masuk ke dalam iklim D1 meliputi Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Luwu, Tana Toraja, dan Enrekang. Wilayah yang termasuk ke dalam iklim D2 terdiri dari Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Enrekang, dan Maros. Wilayah yang termasuk iklim D3 meliputi Kabupaten Bulukumba, Gowa, Pangkep, Jeneponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar. Tipe iklim E dengan curah hujan rata-rata antara 1500 – 2000 mm/Tahun dimana tipe iklim ini disebut sebagai tipe iklim kering. Tipe iklim E1 terdapat di Kabupaten Maros, Bone dan Enrekang. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros, Bantaeng, dan Selayar
Berdasarkan jenis tanah di Sulawesi Selatan ada 12 jenis tanah yang sudah dikenal yaitu : alluvial, latosol, regosol, rensina, grumusol, andosol, brown, forest soil, mediteran, lateristik, podsolik merah kuning dan podsolik coklat kelabu.
Sedangkan sifat-sifat kimia tanah secara umum yang diperkirakan potensi kesuburan tanah di Sulawesi Selatan terbagi menjadi 11 daerah :

1.
Daerah Kaya N
:
Pegunungan  gamping  di Bone,  Bulukumba dan Selayar
2.
Daerah rendah N
:
Pegunungan Barat dan Timur dataran Maros,Soppeng dan sepanjang Sugai Walanae.
3.
Daerah Sangat Masam 
:
Dataran rawa di Luwu Barat
4.
Daerah rendah/sangat
rendah dengan N & K
:
Sebagian besar daerah banjir Danau Tempe dan Grumosol di Bone Utara
5.
Daerah rendah/sangat
rendah dengan NP & K
:
Dataran Sidrap Barat, dataran sekitar Ujung Lamuru dan Bone
6.
Daerah masam/agak
masam dengan N rendah/sangat rendah
:
Sebagian dari dataran Pinrang, Walanae Selatan, Ujung Lamuru, dataran Karama
7.
Daerah masam/agak
masam dengan K
rendah/sangat
:
Daerah Andosol di Lompobattang Timur
8.
Daerah masam/agak
masam dengan N & P
 rendah/sangat rendah
:
Sebagian dataran Pinrang,  jalur Barat pegunungan Barat, dataran bukit Sengkang
bagian Barat dan Tenggara gunung  Lompobattang, dataran Masamba dan daerah pegunungan atas Polmas, Tana Toraja Barat dan Luwu Utara
9.
Daerah masam/agak
masam dengan N & K
:
Dataran Jeneberang (Gowa), dataran Bajo Padangsappa  (Luwu),  daerah   bukit  di Bantaeng, Kajang, (Bulukumba) dan Bontoribu (Bone Selatan)
10.
Daerah masam/agak
masam dengan P & K
rendah/sangat rendah
:
Dataran Tappareng (Bone) dan Wajo
11.
Daerah masam/agak
masam dengan NPK rendah/sangat rendah
:
Dataran Wajo utara, dataran Mare (Bone) & dataran Luwu pada umumnya daerah landai di Bekeru (Sinjai) dan Tanete (Bulukumba) semua daerah bukit dan gunung di Sidrap Utara, Enrekang, Tana Toraja dan Luwu
      
3.    Pemanfataan Lahan
Dari luas wilayah daratan yang digunakan untuk pengembangan sector pertanian seluas 4.566.820 Ha. Dari jumlah lahan sawah seluas 600.393 Ha. tersebut diatas, baru terdapat 369.850 Ha lahan yang sudah beririgasi, sehingga masih terdapat 228.404 Ha belum beririgasi. Selain peningkatan produktifitas, produksi pada dapat juga ditingkatkan melalui pembangunan/ rehabilitasi jaringan irigasi. Untuk mendukung program pemerintah peningkatan luas tanam nasional 1,5 juta Ha, maka di Sulawesi Selatan terdapat potensi peningkatan luas melalui perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi mulai primer sampai dengan tersier. Perbaikan irigasi pada prioritas I dapat meningkatkan luas tanam 24.000 ha di kabupaten Pangkep, Pinrang, dan Sidrap. Pebaikan irigasi pada tahap selanjutnya di 23 Kab/Kota dapat meningkatkan luas tanam hingga 318.000 Ha.
Kawasan hutan terdapat di Kabupaten Kepulauan Selayar yang merupakan taman nasional laut/kawasan hutan perairan mencapai 450.836,23 Ha atau 17,56 % dari total luas hutan negara yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan  seluas 2.566.657,77  Ha. Kabupaten lain yang memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 734.755,48 Ha atau 17,75% dan Kabupaten Luwu Utara seluas 530.001,46 Ha. Luwu seluas 275.437,81 Ha, dan Kabupaten Bone seluas 124.325,44 Ha, serta Kabupaten Pangkep seluas 106.169,18 Ha. Kabupaten lainnya berada dibawah seratus ribu hektar. Areal Kehutanan bertambah sebesar 715.355 Ha (21%) menjadi 3.428.167,34,Ha. tetapi hutan lindung berkurang 12.002 Ha menjadi 1.221.558 Ha, hutan produksi terbatas berkurang sebanyak 250.697 Ha (51%) menjadi 237.854 Ha, hutan produksi biasa turun 19.000 Ha menjadi 112.641 Ha, Hutan suaka alam/wisata naik menjadi 1.026.793 Ha., sedangkan hutan produksi konversi hanya pada Kab. Luwu Utara dan Timur naik 100 % menjadi 248.552 Ha, kawasan perairan hanya di Selayar yaitu 580.765 Ha. Kawasan hutan terluas di Kabupaten Luwu Timur naik menjadi 734.755,48 Ha, Luwu Utara menjadi 530.001 Ha, dan Kabupaten Luwu 275.437,81 Ha. Selebihnya dibawah 100 Ha. Tiga daerah kawasan hutan terendah Kota Pare-pare 2.312,6 Ha, Kab. Bantaeng 5.792 Ha, Takalar7.536 Ha, serta Jeneponto 9.599 Ha, dan Palopo 9.321 Ha.Areal Perkebunan sebesar 671.923 Ha meliputi:
Areal perkebunan rakyat 669.438 Ha dan yang terluas merupakan areal tanam Coklat sebesar 275.723 Ha dengan produksi mencapai 196.695 Ton, Kelapa dalam areal tanam seluas 111.048 Ha dengan produksi mencapai 82.045 Ton, Jambu mete 63.818 Ha, denga produksi 19.733 Ton, kemudian Kopi Arabika 43.960 Ha, dengan produksi 21.798 Ton, Kopi robusta 26.440 Ha, dengan produksi sebesar 10.343 Ton, kemudian cengkeh 44.524 Ha dengan produksi mencapai 16.385 Ton. Areal perkebunan besar 15.079,51 Ha. Kondisi ini menunjukkan produktifitas lahan belum maksimal untuk mendukung pencapaian target dalam RPJMD.
Dari luas kawasan hutan Sulawesi Selatan terdapat hutan lindung seluas 1.221.558,96 Ha, dimana yang terluas adalah Kabupaten Luwu Utara 362.214 Ha, dan Luwu Timur 240.775 Ha. Hutan produksi terbatas yang terluas adalah Kabupaten Bone 80.478,30 Ha. Hutan produksi biasa terbesar di Kabupaten Gowa dengan luas 26.932,84 Ha. Kawasan perairan terbesar adalah Kabupaten Kepulauan Selayar seluas 530.765 Ha, dan Kabupaten Pangkep seluas 50.000 Ha. Luasan kawasan hutan umumnya memperlihatkan penurunan luasan setiap Tahun, hal ini perlu menjadi perhatian minimal dapat mepertahankan untuk kelestarian SDA dan LH.di masa datang.
Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo. Dimana sebahagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95 km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan sebagai sawah yang menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sementara di Kabupaten Bone dan Wajo penggunaan sumber dari irigasi tehnis masih rendah atau perlu mendapat perhatian.
Selain itu, untuk usaha di sektor perikanan, potensi lahan yang dimiliki adalah seluas 172.681 Ha dengan rincian untuk usaha budidaya ikan di tambak 107.556,5 Ha, budidaya ikan di kolam 10.519,8 Ha, budidaya ikan di areal persawahan 13.071,4 Ha, dan budidaya ikan di laut seluas 41.533,4 Ha. Dengan dukungan potensi tersebut, tahun 2013, produksi perikanan secara keseluruhan sebesar 2,884.006,7 ton dengan nilai produksi mencapai Rp. 11.810.655.835.000. disamping itu, dari usaha penangkapan juga didukung dengan jumlah armada sebanyak 39.632 buah dengan alat tangkap sebanyak 50.817 unit.

4.    Penduduk dan Angkatan Kerja
Perkembangan penduduk Sulawesi Selatan hingga Tahun 2013 memperlihatkan peningkatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk dari Tahun 2010 hinggaTahun 2013 sebesar 1,2 persen. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada. Tahun 2012 adalah sebesar 8.190.222 jiwa, kemudian pada Tahun 2013 mencapai 8.324.265 jiwa dengan pertumbuhan 1,1 persen. Jumlah penduduk terbesarTahun 2012 di Kota Makassar yang merupakan pusat kegiatan perekonomian dan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 1.368.473 jiwa. Terendah adalah Kab. Selayar 124.319 jiwa dan Pare-pare yaitu 131.970 jiwa. Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2011 adalah 177 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi Makassar 7.786 jiwa/km2 kemudian Kotapare-pare 1.329, Palopo 615, Takalar 484, Bantaeng 453 jiwa/km2. Kepadatan terendah Kab. Luwu utara 36 jiwa dan Luwu timur 36 jiwa/km-2.

Jumlah penduduk di Sulawesi Selatan pada Tahun 2013 diproyeksikan mencapai sebesar 8.342.000 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,13 persen (data resmi 2013 dari BPS). Penduduk usia produktif adalah penduduk yang masih memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan tidak bergantung kepada orang lain. Kelompok usia produktif sebesar 4.370.922 Jiwa ( 53 persen) meliputi usia 15-50 Tahun. Penduduk jenis kelamin wanita terbesar di Kabupaten Bone sebesar 379.853 dengan sex ratio 90,84 dan terkecil dikota Makassar. Dan yang terkecil jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Luwu Timur dengan jumlah sebanyak 119.103 dengan Sex Ratio 106,14 persen. Penduduk laki-laki terbesar di Kota Makassar dan yang terkecil di Kota Pare-Pare.

5.    Kondisi Sosial dan Ekonomi
Pembangunan  Sumber Daya Manusia (SDM) suatu daerah akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial karena manusia adalah pelaku aktif dari seluruh kegiatan pembangunan.  Pembangunan sumberdaya manusia di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial dan ekonomi terutama bagi pelaku usaha dan pelaku utama yang dimulai dari tingkat pedesaan. Berikut ini gambaran keadaan sosial dan ekonomi pedesaan dalam pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan di Sulawesi Selatan.

a)    Keadaan Sosial
        Keadaan sosial masyarakat di pedesaan tidak terlepas dari adat istiadat, budaya dan norma-norma yang berlaku di masyarakat Sulawesi Selatan. Dalam berusahatani terutama Padi Sawah telah membudaya dilakukan musyawarah yang di kenal dengan istilah “ Tudang Sipulung”.  Istilah Tudang Sipulung ini di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama yakni Appalili di Kabupaten Gowa dan Takalar, Empo Sipatangareng di Kabupaten Jeneponto, Mesa Kada di Kabupaten Tana Toraja, Abbulosibatang di Kota Makassar, Manre Sipulung di Kabupaten Wajo, Mattudang-Tudangeng di Kabupaten Soppeng.  Istilah tersebut merupakan suatu forum konsultasi antara masyarakat Petani-Nelayan dengan Pemerintah yang dilaksanakan secara rutin mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota dan tingkat provinsi yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang mengikat, yang dilaksanakan sebelum turun sawah / musim tanam melakukan pertemuan untuk membahas masalah cuaca, pola tanam, jadwal hambur benih/tanam dan persoalan-persoalan yang dihadapi petani/nelayan dalam melaksanakan usahataninya mulai dai persiapan turun sawah sampai dengan kegiatan pasca panen.
        Selanjutnya ditinjau dari peranan tenaga kerja  wanita atau istri petani dan pemuda tani masih kurang berperan dalam teknis kegiatan bertani, dalam hal ini bahwa peranan wanita tani dan pemuda tani masih menonjol dan terbatas pada kegiatan panen dan pasca panen.

b)   Keadaan Ekonomi
Daerah Sulawesi Selatan menyandang predikat sebagai lumbung pangan nasional khususnya padi, jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Produksi padi sawah Tahun 2013 mencapai 5.035.831 juta ton yang dipanen dari luas areal 983.107 Ha. atau rata-rata 5,12 ton per hektar. Data ini mengalami kenaikan sebesar 0,03 ton per Ha. Areal panen padi sawah 983.107 ha. Produksi padi terbesar di Sulawesi Selatan berturut-turut adalah Kabupaten Wajo mengalami penurunan menjadi 653.077 ton, Kabupaten Bone turun menjadi 643.568 ton, Kabupaten Pinrang turun menjadi 526.910 ton, sedang Kabupaten Sidrap naik menjadi 461.617 ton. Untuk produksi jagung Tahun 2013 mencapai 1.250.204  ton dimana mengalami penurunan 17 % dibanding tahun 2012 yang disebabkan oleh kondisi iklim yang kurang mendukung, dan meningkatnya luas tanam kedelei yang sebagian mengambil lahan jagung. Meskipun demikian tahun 2015 diharapkan meningkat hingga 1,6 juta ton.  Untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah keempat daerah ini perlu penerapan tehnologi pengolahan. Produksi tanaman perkebunan Tahun 2014, khususnya Kakao sebesar 176.587 Ton terbesar Luwu Utara sebanyak 34.199 ton dan Luwu sebanyak 33.979 ton, Kelapa 80.795 terbesar di selayar 24.180 ton dan 33.498 ton untuk kopi 33.498 Ton meliputi Kopi robusta sebesar 12.235 ton terbesar di Sinjai dan Kopi Arabika sebesar 21.263 Ton terbesar di Enrekang. Komoditi ini sebahagian besar dihasilkan dari perkebunan rakyat sementara peran perkebunan besar (swasta) relatif sangat kecil.

6.    Komoditi Kelautan dan Perikanan
Dalam mewujudkan sasaran program pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, dukungan potensi lahan usaha perikanan di kabupaten kota sangat besar yakni 120.738 Ha untuk kegiatan budidaya tambak, 193.700 Ha budidaya laut, 100.803 budidaya air tawar, dan 200.800 Ha peraiaran umum. Untuk potensi perikanan tangkap sebesar 929.720 ton/tahun. Potensi komoditi unggulan perikanan di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel Produksi Perikanan tahun 2013

No.
Komoditi
Usaha Perikanan
Produksi (ton)
1.
Udang
budidaya


Udang Windu
budidaya
15.319,10

Udang Vanamae
budidaya
8.542,20

Udang Lainnya
budidaya
10.559,40
2.
Rumput Laut



Eucheuma Cottonii
budidaya
1.661.334,5

Gracillaria
budidaya
760.819,7
3.
Ikan



Ikan Bandeng
budidaya
119.887,10

Ikan Mas
budidaya
7.294,20

Ikan Nila
budidaya
3.320,10

Ikan Lele
budidaya
1.558,60

Ikan Gurame
budidaya
16,00

Ikan Kakap
budidaya
1,60

Ikan Kerapu
budidaya
8,90

Ikan Patin
budidaya
30,90

Ikan Lainnya
budidaya
3.046,80
4.
Perikanan Laut
Penangkapan
277.894,00
5.
Perairan Umum
Penangkapan
14.343,60
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan