METODE
PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT
I. PENDAHULUAN
Salah satu persoalan mendasar
kehidupan bernegara dalam proses penyelenggaran pemerintah, baik di tingkat
pusat maupun daerah adalah bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme
pemerintahan yang dapat mengemban misinya untuk mewujudkan raison de’etre
pemerintahan yaitu mensejahterakan masyarakat secara berkeadilan. Untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah harus melaksanakan
pembangunan. Selain untuk memelihara keabsahannya (legitimasi), pemerintah juga
akan dapat membawa kemajuan bagi masyarakatnya sesuai dengan perkembangan
jaman. Terdapat dua hal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, pertama :
perlu aspiratif terhadap aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh masyarakatnya,
dan perlu sensitive terhadap kebutuhan rakyatnya. Pemerintah perlu mengetahui
apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya serta mau mendengarkan apa kemauannya. Kedua
: pemerintah perlu melibatkan segenap kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh
masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain pemerintah perlu
menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek
pembangunan.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan
masyarakat Community development sangat bergantung kepada peranan
pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus mampu menciptakan sinegri. Tanpa
melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan
secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang
kurang berarti bagi masyarakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan
akan berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan
menimbulkan permasalahan baru. Selain memerlukan keterlibatan masyarakat,
pembangunan juga membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari
segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini
penting karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran
masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis.
Selain
dengan amanat yang diemban dalam UU No. 22 / 1999, perencanaan pembangunan dan
pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas,
melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat
daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat
banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi
kebutuhan rakyat banyak. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan,
masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri
permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan,
melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan
dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Perencanaan
Pengertian
perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli
dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum. Pengertian atau
batasan perencanaan tersebut antara lain sebagai berikut :
- Perencanaan adalah suatu proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu pada
hakekatnya terdapat pada setiap jenis usaha manusia (Khairuddin, 1992 :
47).
- Perencanaan adalah merupakan suatu upaya penyusunan program baik program
yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka
panjang (Sa’id & Intan, 2001 : 44 ).
- Perencanaan sebagai Analisis Kebijakan (Planning as Policy
Analysis) yaitu, merupakan tradisi yang diilhami oleh logika-logika
berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, kebangkitan kembali ekonomi
neoklasik, dan teknologi informasi yang disebut sibernetika (Aristo,
2004).
Perencanaan, meskipun mengandung pengertian masa depan, bukanlah hipotesis yang dibuat tanpa perhitungan. Hipotesis dalam perencanaan selalu didasarkan atas data-data dan perkiraan yang telah tercapai, dan juga memperhitungkan sumber daya yang ada dan akan dapat dihimpun. Dengan demikian, perencanaan berfungsi sebagai pedoman sekaligus ukuran untuk menentukan perencanaan berikutnya. Mosher (1965 : 191) menyatakan bahwa, seringkali perencanaan hanya meliputi kegiatan-kegiatan baru, atau alokasi keuangan untuk kegiatan-kegiatan lama, tanpa menilai kembali kualitasnya secara kritis. Acapkali lebih banyak sumbangan dapat diberikan kepada pembangunan dengan memperbaiki kualitas kegiatan yang sedang dalam pelaksanaan daripada memulai yang baru.
Perencanaan pada dasarnya adalah penetapan alternatif, yaitu menentukan bidang-bidang dan langkah-langkah perencanaan yang akan diambil dari berbagai kemungkinan bidang dan langkah yang ada. Bidang dan langkah yang diambil ini tentu saja dipandang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sumber daya yang tersedia dan mempunyai resiko yang sekecil-kecilnya. Oleh sebab itu, dalam penentuannya timbul berbagai bentuk perencanaan yang merupakan alternatif-alternatif ditinjau dari berbagai sudut, seperti yang dijelaskan oleh Westra (1980) dalam Khairuddin (1992 : 48), antara lain :
- Dari segi jangka waktu,
perencanaan dapat dibedakan : (a) perencanaan jangka pendek (1 tahun), dan
(b) perencanaan jangka panjang (lebih dari 1 tahun).
- Dari segi luas lingkupnya,
perencanaan dapat dibedakan : (a) perencanaan nasional (umumnya untuk
mengejar keterbelakangan suatu bangsa dalam berbagai bidang), (b) perencanaan
regional (untuk menggali potensi suatu wilayah dan mengembangkan kehidupan
masyarakat wilayah itu), dan (c) perencanaan lokal, misalnya; perencanaan
kota (untuk mengatur pertumbuhan kota, menertibkan penggunaan tempat dan
memperindah corak kota) dan perencanaan desa (untuk menggali potensi suatu
desa serta mengembangkan masyarakat desa tersebut).
- Dari segi bidang kerja yang
dicakup, dapat dikemukakan antara lain : industrialisasi, agraria
(pertanahan), pendidikan, kesehatan, pertanian, pertahanan dan keamanan,
dan lain sebagainya.
- Dari segi tata jenjang
organisasi dan tingkat kedudukan menejer, perencanaan dapat dibedakan :
(a) perencanaan haluan policy planning, (b) perencanaan program
(program planning) dan (c) perencanaan langkah operational planning.
2.2. Perencanaan Pembangunan Masyarakat
Soetomo (2006 : 56) menjelaskan
bahwa, pembangunan masyarakat dilihat dari mekanisme perubahan dalam rangka
mencapai tujuannya, kegiatan pembangunan masyarakat ada yang mengutamakan dan
memberikan penekanan pada bagaimana prosesnya sampai suatu hasil pembangunan
dapat terwujud, dan adapula yang lebih menekankan pada hasil material, dalam
pengertian proses dan mekanisme perubahan untuk mencapai suatu hasil material
tidak begitu dipersoalkan, yang penting dalam waktu relatif singkat dapat
dilihat hasilnya secara fisik. Pendekatan yang pertama seringkali disebut
sebagai pendekatan yang mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek
manusianya, sedangkan pendekatan yang kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan
hasil-hasil material dan lebih menekankan pada target.
Secara umum community development
adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis,
terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai
kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan kegiatan pembangunan berikutnya. Dengan dasar itulah maka
pembangunan masyarakat secara umum ruang lingkup program-programnya dapat
dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut : (1) community service, (2)
community empowering, dan (3) community relation (Rudito &
Budimanta, 2003 : 29, 33).
Solihin (2006), mengungkapkan tiga
tahapan perencanaan pembangunan yaitu : (1) perumusan dan penentuan tujuan, (2)
pengujian atau analisis opsi atau pilihan yang tersedia, dan (3) pemilihan
rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
dan telah disepakati bersama. Dari ketiga tahapan perencanaan tersebut dapat
didefenisikan perencanaan pembangunan wilayah atau dearah sebagai berikut yaitu
: suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor) baik umum (publik)
atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat stakeholder lainnya pada
tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan
aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya. Selanjutnya Adi
(2003 : 81-82), pada perencanaan sosial tidak ada asumsi yang pervasif mengenai
tingkat intraktabilitas ataupun konflik kepentingan. Dalam perencanaan sosial
klien lebih dilihat sebagai konsumen dari suatu layanan (service), dan mereka
akan menerima serta memanfaatkan program dan layanan sebagai hasil dari proses
perencanaan.
Suzetta
(2007) menjelaskan bahwa, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah
dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 dan No. 40
Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh
upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga
menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa
Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka Proses perubahan sosial (atau
“pembangunan”) tersebut perlu dilakukan secara terencana, terkoordinasi,
konsisten, dan berkelanjutan, melalui “peran pemerintah bersama masyarakat” dengan
memperhatikan kondisi ekonomi, perubahan-perubahan sosio-politik, perkembangan
sosial-budaya yang ada, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan dunia
internasional atau globalisasi.
2.3. Perencanaan Pembangunan Partisipasi
1. Pengertian Partisipasi
Istilah partisipasi sekarang ini
menjadi kata kunci dalam setiap program pengembangan masyarakat dimana-mana,
seolah-olah menjadi “lebel baru” yang harus melekat pada setiap rumusan
kebijakan dan proposal proyek. Dalam perkembangannya seringkali diucapkan dan
ditulis berulang-ulang tetapi kurang dipraktekkan, sehingga cenderung
kehilangan makna. Partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta,
keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis,
merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat.
Asngari (2001: 29) menyatakan bahwa,
penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya
pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi
dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu
diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2)
terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003: 8) menyatakan bahwa,
partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya
masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan
ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Gaventa dan
Valderama (1999) dalam Arsito (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep
partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang
demokratis yaitu: 1) partisipasi politik Political Participation, 2)
partisipasi sosial Social Participation dan 3) partisipasi warga Citizen
Participation/Citizenship, ke tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
- Partisipasi Politik, political
participation lebih berorientasi pada ”mempengaruhi” dan ”mendudukan
wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintahan ketimbang partisipasi aktif
dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.
- Partisipasi Sosial, social
Participation partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat
terutama yang dipandang sebagai beneficiary atau pihak di luar proses
pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua
tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai
penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Partisipasi sosial
sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi
sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses partisipasi sosial
sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan
komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana
pembelajaran dan mobilisasi sosial.
- Partisipasi Warga, citizen
participation/citizenship menekankan pada partisipasi langsung warga
dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan.
Partisipasi warga telah mengalihkan konsep partisipasi “dari sekedar
kepedulian terhadap ‘penerima derma’ atau ‘kaum tersisih’ menuju ke suatu
kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan
kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai gelanggang kunci yang
mempengaruhi kehidupan mereka”. Maka berbeda dengan partisipasi sosial,
partisipasi warga memang lebih berorientasi pada agenda penentuan
kebijakan publik oleh warga ketimbang menjadikan arena kebijakan publik
sebagai wahana pembelajaran.
2. Proses Perencanaan Pembangunan Partisipasi
Ndraha
(1990 : 104) menyatakan bahwa, dalam menggerakkan perbaikan kondisi dan
peningkatan taraf hidup masyarakat, maka perencanaan partisipasi harus
dilakukan dengan usaha : (1) perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat yang nyata (felt need), (2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat,
yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response), dan (3) dijadikan motivasi
terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior).
Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory planning), masyarakat
dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif
baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau
bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah
produk rencana.
Suzetta
(2007), sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi
sebagai bagian dari good governance maka proses perencanaan pembangunan juga
melalui proses partisipatif. Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari
kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat
ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak
dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah “stakeholders” menjadi
sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini.
Slamet (2003 : 11) menegaskan bahwa
usaha pembangunan pedesaan melalui proses perencanaan partisipasi perlu didekati
dengan berbagai cara yaitu : (1) penggalian potensi-potensi dapat dibagung oleh
masyarakat setempat, (2) pembinaan teknologi tepat guna yang meliputi
penciptaan, pengembangan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh
masyarakat pedesaan, (3) pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksana yang
melaksanakan penerapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan
pembangunan, (4) pembinaan organisasi pembina/pendukung, yang menyambungkan
usaha pembangunan yang dilakukan oleh individu-individu warga masyarakat
pedesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat yang lebih tinggi (kota,
kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional), (5) pembinaan kebijakan pendukung,
yaitu yang mencakup input, biaya kredit, pasaran, dan lain-lain yang memberi iklim
yang serasi untuk pembangunan.
Cahyono (2006), proses perencanaan
pembangunan berdasarkan partisipasi masyarakat harus memperhatikan adanya
kepentingan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
sehingga itu dalam proses perencanaan pembangunan partisipasi ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan antara lain : (1) perencanaan program harus berdasarkan
fakta dan kenyataan dimasyarakat, (2) Program harus memperhitungkan kemampuan
masyarakat dari segi teknik, ekonomi dan sosialnya, (3) Program harus
memperhatikan unsur kepentingan kelompok dalam masyarakat, (4) Partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program (5) Pelibatan sejauh mungkin
organisasi-organisasi yang ada (6) Program hendaknya memuat program jangka
pendek dan jangka panjang, (7) Memberi kemudahan untuk evaluasi, (8) Program
harus memperhitungkan kondisi, uang, waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang
tersedia.
III. PEMBAHASAN
Pembangunan melalui partisipasi
masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat
dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal
berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan
kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran-serta
kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa-memiliki
pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.
Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut : (1) program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat, (2) program kerja dilaksanakan melalui kerjasama dan kerja bersama kelompok antara masyarakat, pejabat desa dan segenap warga dalam rangka memperkecil hambatan dalam program, (3) program kerja tidak mengarah pada golongan tertentu di masyarakat atau kelompok agar tidak menimbulkan perpecahan, (4) selama program berjalan, koordinasi selalu dilakukan secara vertikal maupun horizontal, (5) tidak perlu bersikap superior atau “merasa paling tahu” dalam setiap kesempatan pelaksanaan program kerja, (6) tidak perlu memberikan janji kepada siapapun tetapi kesungguhan kerja dalam konteks program kerja yang sudah ditentukan.
Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut : (1) program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat, (2) program kerja dilaksanakan melalui kerjasama dan kerja bersama kelompok antara masyarakat, pejabat desa dan segenap warga dalam rangka memperkecil hambatan dalam program, (3) program kerja tidak mengarah pada golongan tertentu di masyarakat atau kelompok agar tidak menimbulkan perpecahan, (4) selama program berjalan, koordinasi selalu dilakukan secara vertikal maupun horizontal, (5) tidak perlu bersikap superior atau “merasa paling tahu” dalam setiap kesempatan pelaksanaan program kerja, (6) tidak perlu memberikan janji kepada siapapun tetapi kesungguhan kerja dalam konteks program kerja yang sudah ditentukan.
Community
Development dengan segala kegiatannya dalam pembangunan sebaiknya menghindari
metode kerja "doing for the community", tetapi mengadopsi metode
kerja "doing with the community". Metode kerja doing for, akan
menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan
mendidik masyarakat untuk bergantung pada bantuan pemerintah atau
organisasi-organisasi sukarela pemberi bantuan. Sebaliknya, metode kerja doing
with, merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu
mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya - real needs, felt needs dan
expected need . Metode kerja doing with, sangat sesuai dengan gagasan besar KI
Hajar Dewantara tentang kepemimpinan pendidikan di Indonesia - ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani - yang berfokus akan
perlunya kemandirian yang partisipatif di dalam proses pembangunan (Tampubolon,
2006).
Berdasarkan
berbagai pejelasan di atas, maka berbagai metode yang digunakan dalam proses
perencanaan partisipasi pembangunan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Participatory Rural Appraisal (PRA)
Anonim
(2002), pendekatan, metode dan teknik PRA (Participatory Rural Appraisal)
berkembang pada periode 199O-an. Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah
sebuah metode pemahaman lokasi dengan cara belajar dari, untuk dan bersama
dengan masyarakat untuk mengetahui, menganalisa dan mengevaluasi hambatan dan
kesempatan melalui multi-disiplin dan keahlian untuk menyusun informasi dan
pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. PRA mempunyai sejumlah teknik
untuk mengumpulkan dan membahas data. Teknik ini berguna untuk menumbuhkan
partisipasi masyarakat. Teknik-teknik PRA antara lain :
- Secondary Data Review (SDR) – Review Data Sekunder.
Merupakan cara mengumpulkan sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan
maupun yang belum disebarkan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk
mengetahui data manakah yang telah ada sehingga tidak perlu lagi
dikumpulkan.
- Direct Observation – Observasi Langsung. Direct
Observation adalah kegiatan observasi langsung pada obyek-obyek tertentu,
kejadian, proses, hubungan-hubungan masyarakat dan mencatatnya. Tujuan
dari teknik ini adalah untuk melakukan cross-check terhadap
jawaban-jawaban masyarakat.
- Semi-Structured Interviewing (SSI) – Wawancara Semi
Terstruktur. Teknik ini adalah wawancara yang mempergunakan panduan
pertanyaan sistematis yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih
mungkin untuk berkembang selama interview dilaksanakan. SSI dapat
dilakukan bersama individu yang dianggap mewakili informasi, misalnya
wanita, pria, anak-anak, pemuda, petani, pejabat lokal.
- Focus Group Discussion – Diskusi Kelompok Terfokus.
Teknik ini berupa diskusi antara beberapa orang untuk membicarakan hal-hal
bersifat khusus secara mendalam. Tujuannya untuk memperoleh gambaran
terhadap suatu masalah tertentu dengan lebih rinci.
- Preference Ranking and Scoring. Adalah teknik untuk menentukan
secara tepat problem-problem utama dan pilihan-pilihan masyarakat. Tujuan
dari teknik ini adalah untuk memahami prioritas-prioritas kehidupan
masyarakat sehingga mudah untuk diperbandingkan.
- Direct Matrix Ranking. Adalah sebuah bentuk ranking
yang mengidentifikasi daftar criteria obyek tertentu. Tujuannya untuk
memahami alasan terhadap pilihan-pilihan masyarakat, misalnya mengapa
mereka lebih suka menanam pohon rambutan dibandingkan dengan pohon yang
lain. Kriteria ini mungkin berbeda dari satu orang dengan orang lain,
misalnya menurut wanita dan pria tentang tanaman sayur.
- Peringkat Kesejahteraan.
Rangking Kesejahteraan Masyarakat di suatu tempat tertentu. Tujuannya untuk
memperoleh gambaran profil kondisi sosio-ekonomis dengan cara menggali
persepsi perbedaan-perbedaan kesejahteraan antara satu keluarga dan
keluarga yang lainnya dan ketidak seimbangan di masyarakat, menemukan
indicator-indikator lokal mengenai kesejahteraan.
- Pemetaan Sosial. Teknik ini
adalah suatu cara untuk membuat gambaran kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, misalnya gambar posisi pemukiman, sumber-sumber mata
pencaharian, peternakan, jalan, dan sarana-sarana umum. Hasil gambaran ini
merupakan peta umum sebuah lokasi yang menggambarkan keadaan masyarakat
maupun lingkungan fisik.
- Transek (Penelusuran). Transek
merupakan teknik penggalian informasi dan media pemahaman daerah melalui
penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang membujur dari suatu sudut
ke sudut lain di wilayah tertentu.
- Kalender Musim. Adalah
penelusuran kegiatan musiman tentang keadaan-keadaan dan permasalahan yang
berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (musiman) di masyarakat. Tujuan
teknik ini untuk memfasilitasi kegiatan penggalian informasi dalam
memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan, masalah-masalah, fokus
masyarakat terhadap suatu tema tertentu, mengkaji pola pemanfaatan waktu,
sehingga diketahui kapan saat-saat sibuk dan saat-saat waktu luang.
- Alur Sejarah. Alur sejarah
adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian dari
suatu waktu sampai keadaan sekarang dengan persepsi orang setempat. Tujuan
dari teknik ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai topik-topik
penting di masyarakat.
- Analisa Mata Pencaharian.
Masyarakat akan terpandu untuk mendiskusikan kehidupan mereka dari aspek
mata pencaharian. Tujuan dari teknik ini yaitu memfasilitasi pengenalan
dan analisa terhadap jenis pekerjaan, pembagian kerja pria dan wanita,
potensi dan kesempatan, hambatan.
- Diagram Venn. Teknik ini adalah
untuk mengetahui hubungan institusional dengan masyarakat. Tujuannya untuk
mengetahui pengaruh masing-masing institusi dalam kehidupan masyarakat
serta untuk mengetahui harapan-harapan apa dari masyarakat terhadap
institusi-institusi tersebut.
- Kecenderungan dan Perubahan.
Adalah teknik untuk mengungkapkan kecenderungan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat dan daerahnya dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk
memahami perkembangan bidang-bidang tertentu dan perubahan-perubahan apa
yang terjadi di masyarakat dan daerahnya.
2. Kaji-Tindak Partisipatif (KTP)
Agusta (2005) menyatakan bahwa
Kaji-Tindak Partisipatif (KTP) adalah istilah program sedangkan esensinya
menunjuk pada metodologi Participatory Learning and Action (PLA) atau belajar
dari bertindak secara partisipatif; belajar dan bertindak bersama,
aksi-refleksi partisipatif. Penggunaan istilah PLA dimaksudkan untuk menekankan
pengertian partisipatif pada proses belajar bersama masyarakat untuk pengembangan.
Kaji-Tindak Partisipatif, dan nama kegiatan mencerminkan suatu dialektika yang
dinamis antara kajian dan tindakan secara tak terpisahkan. Kajian partisipatif
menjadi dasar bagi tindakan partisipatif. Jika dari suatu tindakan terkaji
masih ditemui hambatan dan masalah, maka kajian partisipatif diulang kembali
untuk menemukan jalan keluar, demikian seterusnya. Sebuah kajian partisipatif
dalam masyarakat meletakkan semua pihak yang berpartisipasi apakah sebagai
petani, nelayan, pedagang, aparat desa, atau petugas pelayan masyarakat dalam
posisi yang setara fungsional, dan menghindar dari adanya pihak yang memiliki
posisi istimewa dalam menggali dan merumuskan proses dan hasil kajian.
3. Participatory Research and
Development (PRD)
Penelitian mengenai partisipasi dan
pembangunan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota
masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi
kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. PRD yang merupakan wujud nyata dari pengembangan masyarakat
seringkali diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan yang
memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi
kebutuhannya, dan (b) melalui kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang
bertanggungjawab (Suharto, 2002).
4. Metode Rapid Rural Appraisal
(RRA)
Teknik RRA mulai berkembang pada
akhir 1970-an dan diterima secara akademis pada akhir tahun 1980-an. Teknik RRA
berkembang karena adanya ketidak puasan penggunaan kuisioner pada metode
penelitian konvensional. Kuisioner seringkali menghasilkan suatu hasil yang
tidak tuntas dan informasi yang diperoleh seringkali tidak meyakinkan. Selain
itu, adanya bias dalam melihat kaum miskin, pada metode penelitian
konvensional. Sebagai contoh, kuisioner hanya melihat masyarakat kelas atas,
orang berpendidikan tinggi dan kurang menjangkau masyarakat yang tinggal di
daerah terpencil. Pendekatan dalam RRA hampir sama dengan PRA antara lain :
secondary data review, direct observation, semi-strucuted interview, workshop
dan brainstorming, transect, mapping, ranking and scoring, developing
chronologies of local events, dan case studies (Anonim, 2002).
Perbedaan yang menonjol dari kedua
pendekatan ini adalah dari segi partisipasi masyarakat. Dalam RRA, informasi
dikumpulkan oleh pihak luar (outsiders), kemudian data dibawa pergi, dianalisa
dan peneliti tersebut membuat perencanaan tanpa menyertakan masyarakat. RRA
lebih bersifat penggalian informasi, sedangkan PRA dilaksanakan bersama-sama
masyarakat (let them do it), mulai dari pengumpulan informasi, analisa sampai
pada perencanaan program.
5. Metode Participatory Action
Research (PAR)
Teoritisasi dalam PAR dimulai dengan
pengungkapan-pengungkapan dan penguraian secara rasional dan kritis terhadap
praktek-praktek sosial mereka. Dari kesemua prinsip-prinsip PAR yang ada, yang
terpenting adalah dalam PAR tidak mengharuskan membuat dan mengelola catatan
rekaman yang menjelaskan apa yang sedang terjadi se-akurat mungkin, akan tetapi
merupakan analisa kritis terhadap situasi yang secara kelembagaan diciptakan
(seperti melalui proyek-proyek, program-program tertentu atau sistem. Salah
satu prinsip dalam PAR yang paling unique adalah menjadikan
pengalaman-pengalaman mereka sendiri sebagai sasaran pengkajian (objectifying
their own experience).
Mahmudi (2004), ada beberapa
prinsip-prinsip PAR yang yang harus dipahami terlebih dahulu. Antara lain, (1)
PAR harus diletekkan sebagai suatu pendekatan untuk memperbaiki praktek-praktek
sosial dengan cara merubahnya dan belajar dari akibat-akibat dari perubahan
tersebut. (2), secara keseluruhan merupakan partisipasi yang murni (autentik)
dimana akan membentuk sebuah spiral yang berkesinambungan sejak dari
perencanaan (planing), tindakan (pelaksanaan atas rencana), observasi (evaluasi
atas pelaksanaan rencana), refleksi (teoritisi pengalaman). (3), PAR merupakan
kerjasama (kolaborasi), semua yang memiliki tanggungjawab atas tindakan
perubahan dilibatkan dalam upaya-upaya meningkatkan kemampuan mereka. (4) PAR
merupakan suatu proses membangun pemahaman yang sistematis (systematic learning
process), merupakan proses penggunaan kecerdasan kritis saling mendiskusikan
tindakan mereka dan mengembangkannya, sehingga tindakan sosial mereka akan
dapat benar-benar berpengaruh terhadap perubahan sosial. (5), PAR suatu proses
yang melibatkan semua orang dalam teoritisasi atas pengalaman-pengalaman mereka
sendiri.
6. Metode PPKP (Pemahaman Partisipatif
Kondisi Pedesaan)
Saharia (2003), metode PPKP adalah
salah satu metode perencanaan partisipatif yang bertujuan untuk menggali
permasalahan yang ada di masyarakat, penyebab terjadinya masalah, dan cara
mengatasinya dengan menggunakan sumberdaya lokal atas prinsip pemberdayaan
masyarakat yang acuannya sebagai berikut :
- Mengumpulkan informasi yang
dilakukan oleh petani sendiri. Bahan informasi ini dapat digunakan oleh
orang lain atau suatu lembaga yang akan membantu petani.
- Mempelajari kondisi dan
kehidupan pedesaan dari dan oleh masyarakat desa untuk saling berbagi,
berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta
tidak lanjutnya.
- Informasi yang diperoleh dengan
Metode PPKP dapat digunakan sebagai bahan perencanaan kegiatan dalam
pemberdayaan masyarakat desa (petani).
- Metode PPKP ini dilaksanakan
oleh pengambil kebijakan bersama petani, kelompok pendamping lapangan, dan
dari unsur pemerintah desa. Dalam Metode PPKP ini kelompok pendamping
lapangan hanya sebatas fasilitator.
7. Metode Participatory Learning
Methods (PLM)
Thoyib (2007), model pembelajaran
partisipatif sebenarnya menekankan pada proses pembelajaran, di mana kegiatan
belajar dalam pelatihan dibangun atas dasar partisipatif (keikutsertaan)
peserta pelatihan dalam semua aspek kegiatan pelatihan, mulai dari kegiatan
merencanakan, melaksanakan, sampai pada tahap menilai kegiatan pembelajaran
dalam pelatihan. Upaya yang dilakukan pelatih pada prinsipnya lebih ditekankan
pada motivasi dan melibatkan kegiatan peserta.
Pada awal kegiatan pelatihan,
intensitas peranan pelatih adalah tinggi. Peranan ini ditampilkan dalam
membantu peserta dengan menyajikan informasi mengenai bahan ajar (bahan
latihan) dan dengan melakukan motivasi dan bimbingan kepada peserta. Intensitas
kegiatan pelatih (sumber) makin lama makin menurun, sehingga perannya lebih
diarahkan untuk memantau dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan pelatihan
dan sebaliknya kegiatan peserta pada awal kegiatan rendah, kegiatan awal ini
digunakan hanya untuk menerima bahan pelatihan, informasi, petunjuk,
bahan-bahan, langkah-langkah kegiatan. Kemudian partisipasi warga makin lama
makin meningkat tinggi dan aktif membangun suasana pelatihan yang lebih
bermakna.
Beberapa
teknik yang dapat dipergunakan pada model pelatihan ini adalah :
- Teknik dalam tahap pembinaan
keakraban : teknik diad, teknik pembentukan kelompok kecil, teknik
pembinaan belajar berkelompok, teknik bujur sangkar terpecah
- Teknik yang dipergunakan pada
tahap identifikasi : curah pendapat, dan wawancara
- Teknik dalam tahap perumusan
tujuan : teknik Delphi dan diskusi kelompok (round table discussion)
- Teknik pada tahap penyusunan
program adalah : teknik pemilihan cepat (Q-shot technique) dan teknik
perancangan program
- Teknik yang dapat dipergunakan
dalam proses pelatihan : Simulasi, studi kasus, cerita pemula diskusi
(discussion starter story), Buzz group, pemecahan masalah kritis, forum,
role play, magang, kunjungan lapangan dll
- Teknik yang dapat dipergunakan
dalam penilaian proses pelatihan, hasil dan pengaruh kegiatan : respon
terinci, cawan ikan (fish bowl technique), dan pengajuan pendapat
tertulis.
8. Metodologi Participatory Assessment (MPA)
Dayal,
et, al (2000), Methodology for Participatory Assessments (MPA) adalah metode
yang dikembangkan untuk menjalankan penilaian suatu proyek pembangunan
masyarakat (community development). MPA merupakan alat yang berguna bagi
pembuat kebijakan, manajer program dan masyarakat, sehingga masayarakat
setempat dapat memantau kesinambungan pembangunan dan mengambil tindakan yang
diperlukan agar menjadi semakin baik. Metodologi tersebut mengungkapkan
bagaimana caranya kaum perempuan dan keluarga yang kurang mampu dapat ikut
berpartisipasi, dan mengambil manfaat dari pembangunan, bersama-sama dengan
kaum lelaki dan keluarga dimana mereka berada.
MPA merupakan pengembangan dari
pendekatan-pendekatan partisipatif misalnya PRA yang merupakan perangkat
peralatan dan metode yang selama bertahun-tahun telah terbukti efektif untuk
membuat masyarakat berpartisipasi. MPA mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- MPA merupakan metode yang
ditujukan baik kepada instansi pelaksana maupun kepada masyarakat untuk
mencapai kondisi pengelolaan sarana yang berkesinambungan dan digunakan
secara efektif. Dirancang sedemikian rupa untuk melibatkan pihak yang
berkepentingan (stakeholder) utama dan menganalisis keberadaan masyarakat
yang memiliki 4 komponen penting: lelaki miskin, perempuan miskin, lelaki
kaya, perempuan kaya.
- MPA menggunakan satu set
indikator yang “sector specific” untuk mengukur kesinambungan, kebutuhan,
gender dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-masing diukur dengan
menggunakan urutan alat partisipatifi pada masyarakat, instansi pelaksana
dan pembuat kebijakan. Hasil dari penilaian pada tingkat masyarakat dibawa
oleh wakil-wakil masyarakat pengguna dan instansi pelaksana ke dalam rapat
pihak berkepentingan (stakeholder), dengan tujuan untuk secara bersama
mengevaluasi faktor-faktor kelembagaan yang berpengaruh pada dampak proyek
dan kesinambungan pada tingkat lapangan. Hasil dari penilaian kelembagaan
digunakan untuk melakukan peninjauan ulang atas kebijakan pada tingkat
program atau tingkat nasional.
- MPA menghasilkan sejumlah data
kualitatif tingkat desa, sebagiannya dapat dikuantitatifkan kedalam sistem
ordinal oleh para warga desa itu sendiri. Data kuantitatif ini dapat
dianalisis secara statistik.
- Dengan cara ini kita dapat
mengadakan analisis antar masyarakat, antar proyek dan antar waktu, serta
pada tingkat program. Dengan demikian MPA dapat digunakan untuk
menghasilkan informasi manajemen untuk proyek skala besar dan data yang
sesuai untuk analisis program.
IV. KESIMPULAN
- Terdapat berbagai metode
pembangunan partisipasi yang dapat dijadikan dasar dalam pembangunan
masyarakat seperti, metode PRA (participatory rural appraisal), KTP
(kaji-tindak partisipatif), PRD (participatory research development), RRA
(rapid rural appraisal), PAR (participatory action research), PPKP
(Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan), PLM (Participatory Learning
Methods), dan MPA (Metodologi Participatory Assessment). Berbagai metode
tersebut dapat dilaksanakan sesuai tujuan pelaksanaan pembangunan yang
diharapkan oleh masyarakat yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan.
- Partisipasi masyarakat dalam
manajemen pembangunan akan menghantarkan masyarakat untuk dapat memahami
masalah-masalah yang dihadapi, menganalisa akar-akar masalah tersebut,
mendesain kegiatan-kegiatan terpilih, serta memberikan kerangka untuk
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.
- Proses penyusunan rencana
pembangunan secara demokratis dan partisipatoris dilakukan melalui forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat desa,
kecamatan, kabupaten atau kota, kemudian pada tingkat Provinsi. Hasil dari
Musrenbang Provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional yang merupakan
sinkronisasi dari Program Kementerian dan Lembaga dan harmonisasi
dekonsentrasi dan tugas perbantuan.
DAFTAR PUSTAKA
Media Internet
(Email,Website dan Blogspot)
Anonim.
2002. Participatory Rural Appraisal (PRA). Website. Perkumpulan
Masyarakat Penanggulangan Bencana. http://pmpbencana.org. Di akses, 2 November
2007.
Agusta, I. 2007. Aneka Metode Partisipasi Untuk Pembangunan Desa. Blogspot http://iagusta.blogspot.com/. Sosiolog Pedesaan Institut Pertanian Bogor. Di akses, 2 November 2007.
Cahyono. B.Y. 2006. Metode Pendekatan Sosial Dalam Pembangunan Partisipatif. lppm.petra.ac.id/ppm/COP/download. Di akses, 2 November 2007.
Dayal. R. Christine van Wijk, and Nilanjana Mukherjee. 2000. Methodology for Participatory Assessments with Communities, Institutions and Policy Makers. Website. http://www.waspola.org/default/policy/web. Di akses, 2 November 2007.
Mahmudi, A. 2004. Metode Penelitian Kritis dan Prinsip-prinsip Participatory Action Research (PAR). Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam Swara Ditpertais: No. 19 Th. II, 15 November 2004. http://www.ditpertais.net/swara . Di akses, 2 November 2007.
Saharia. 2003. Pemberdayaan Masayarakat Di Pedesaan Sebagai Salah Satu Upaya Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Manusia Secara Optimal. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. E-mail: sahauntad@yahoo.com. Di akses, 3 November 2007.
Suharto, E. 2002. Metodologi Pengembangan Masyarakat. Community work in New Zealand. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_19.htmn . Di akses, 3 November 2007.
Suzetta, P. 2007. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS. www.bappenas.go.id. (pdf) Di akses, 3 November 2007.
Thoyib, M. 2007. Model pembelajaran partisipatif. Website. Departemen Sosial RI. http://www.mirror.depsos.go.id/, Di akses, 3 November 2007.
Agusta, I. 2007. Aneka Metode Partisipasi Untuk Pembangunan Desa. Blogspot http://iagusta.blogspot.com/. Sosiolog Pedesaan Institut Pertanian Bogor. Di akses, 2 November 2007.
Cahyono. B.Y. 2006. Metode Pendekatan Sosial Dalam Pembangunan Partisipatif. lppm.petra.ac.id/ppm/COP/download. Di akses, 2 November 2007.
Dayal. R. Christine van Wijk, and Nilanjana Mukherjee. 2000. Methodology for Participatory Assessments with Communities, Institutions and Policy Makers. Website. http://www.waspola.org/default/policy/web. Di akses, 2 November 2007.
Mahmudi, A. 2004. Metode Penelitian Kritis dan Prinsip-prinsip Participatory Action Research (PAR). Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam Swara Ditpertais: No. 19 Th. II, 15 November 2004. http://www.ditpertais.net/swara . Di akses, 2 November 2007.
Saharia. 2003. Pemberdayaan Masayarakat Di Pedesaan Sebagai Salah Satu Upaya Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Manusia Secara Optimal. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. E-mail: sahauntad@yahoo.com. Di akses, 3 November 2007.
Suharto, E. 2002. Metodologi Pengembangan Masyarakat. Community work in New Zealand. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_19.htmn . Di akses, 3 November 2007.
Suzetta, P. 2007. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS. www.bappenas.go.id. (pdf) Di akses, 3 November 2007.
Thoyib, M. 2007. Model pembelajaran partisipatif. Website. Departemen Sosial RI. http://www.mirror.depsos.go.id/, Di akses, 3 November 2007.
Buku dan Makalah
Seminar
Adi,
R.S. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas.
Lembaga Penerbit. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia .
Asngari, P.S. 2001. Perenan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Aristo, D.A. 2004. Rejuvinasi Peran Perencana Dalam Menghadapi Era Perencanaan Partisipatif “Sebuah Tahapan Awal dalam Pembentukan Kultur Masyarakat Partisipatif”. Disampaikan Dalam : Seminar Tahunan ASPI (Asosiasi Sekolah Perencana Indonesia) Universitas Brawijaya, Malang Juli 2004. Teknik Planologi ITB.
Khairuddin. 1992. Pembangunan Masyarakat. Tinjauan Aspek; Sosiologi, Ekonomi, dan Perencanaan.Liberty . Yogyakarta .
Mosher, A.T. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Syarat-Syarat Mutlak Pembangunan dan Modernisasi. Disadur oleh : Ir. S. Krisnandhi dan Bahrin Samad. C.V. Yasaguna.Jakarta .
Ndraha, T. 1990. Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta.Jakarta .
Rudito, B. dan Budimanta, A. 2003. Pengelolaan Community Development.Indonesia Center For Sustainable Development. Jakarta .
Sa’id, G dan Intan, A.H. 2001. Manajemen Agribisnis. GhaliaIndonesia .
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press.Bogor .
Solihin, D. 2006. Perencanaan Pembangunan Partisipatif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Aparatur Pemerintahan Daerah.Jakarta , 27 Desember 2006. Sekolah Tinggi
Pemerintahan Abdi Negara.
Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar.Yogyakarta .
Tampobulon, M. 2006. Pendidikan Pola Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sesuai Tuntutan Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas NegeriMedan . Sumatera Utara.
Asngari, P.S. 2001. Perenan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Aristo, D.A. 2004. Rejuvinasi Peran Perencana Dalam Menghadapi Era Perencanaan Partisipatif “Sebuah Tahapan Awal dalam Pembentukan Kultur Masyarakat Partisipatif”. Disampaikan Dalam : Seminar Tahunan ASPI (Asosiasi Sekolah Perencana Indonesia) Universitas Brawijaya, Malang Juli 2004. Teknik Planologi ITB.
Khairuddin. 1992. Pembangunan Masyarakat. Tinjauan Aspek; Sosiologi, Ekonomi, dan Perencanaan.
Mosher, A.T. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Syarat-Syarat Mutlak Pembangunan dan Modernisasi. Disadur oleh : Ir. S. Krisnandhi dan Bahrin Samad. C.V. Yasaguna.
Ndraha, T. 1990. Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta.
Rudito, B. dan Budimanta, A. 2003. Pengelolaan Community Development.
Sa’id, G dan Intan, A.H. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press.
Solihin, D. 2006. Perencanaan Pembangunan Partisipatif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Aparatur Pemerintahan Daerah.
Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar.
Tampobulon, M. 2006. Pendidikan Pola Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sesuai Tuntutan Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri