oleh : Rachmady Azis
1.
Letak
Geografis dan Batas Administratif Wilayah
Letak Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
antara 0012’~80 Lintang Selatan dan 1160 48’~122’ 36’ Bujur Timur, dengan
ibukota Makassar. Wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di
sebelah utara yaitu Kabupaten Toraja Utara, dan Teluk Bone serta Provinsi
Sulawesi Tenggara di sebelah timur yaitu Kabupaten Luwu Timur, kemudian
berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah
timur. Luas wilayah khususnya wilayah daratan kurang lebih 45.764,53 km2 atau ,
dimana sebagian besar wilayah daratnya berada pada jazirah barat daya Pulau
Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah tenggara Pulau Sulawesi.
Luas wilayah
daratan Sulawesi Selatan 45.764,53 Km2 atau 45.764.530 Ha, dan wilayah laut
998.370 km2.
2.
Topografi,
Iklim dan Tanah
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut
oldeman, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 5 jenis iklim, yaitu Tipe iklim A
termasuk kategori iklim sangat basah dimana curah hujan rata-rata 3500-4000
mm/Tahun. Wilayah yang termasuk ke dalam tipe ini adalah Kabupaten Enrekang,
Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur.Tipe Iklim B, termasuk iklim basah dengan curah
hujan rata-rata 3000 – 3500mm/Tahun. Wilayah tipe ini terbagi 2 tipe yaitu (B1)
meliputi Kabupaten Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Tipe B2 meliputi Gowa,
Bulukumba, dan Bantaeng. Tipe iklim C termasuk iklim agak basah dengan Curah
hujan rata-rata 2500 – 3000 mm/Tahun.Tipe iklim C terbagi 3 yaitu Iklim tipe C1
meliputi Kabupaten Wajo, Luwu, dan Tana Toraja. Iklim C2 meliputi Kabupaten
Bulukumba, Bantaeng, Barru, Pangkep, Enrekang, Maros dan Jeneponto. Sedangkan
tipe iklim C3 terdiri dari akassar, Bulukumba, Jeneponto, Pangkep, Barru, Maros,
Sinjai, Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Parepare, Selayar. Tipe iklim D dengan
Curah hujan rata-rata 2000 – 2500 mm/Tahun. Tipe iklim ini terbagi 3 yaitu
Wilayah yang masuk ke dalam iklim D1 meliputi Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng,
Luwu, Tana Toraja, dan Enrekang. Wilayah yang termasuk ke dalam iklim D2
terdiri dari Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Enrekang, dan Maros.
Wilayah yang termasuk iklim D3 meliputi Kabupaten Bulukumba, Gowa, Pangkep,
Jeneponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar. Tipe iklim E dengan curah hujan
rata-rata antara 1500 – 2000 mm/Tahun dimana tipe iklim ini disebut sebagai
tipe iklim kering. Tipe iklim E1 terdapat di Kabupaten Maros, Bone dan
Enrekang. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros, Bantaeng, dan Selayar
Berdasarkan jenis
tanah di Sulawesi Selatan ada 12 jenis tanah yang sudah dikenal yaitu :
alluvial, latosol, regosol, rensina, grumusol, andosol, brown, forest soil,
mediteran, lateristik, podsolik merah kuning dan podsolik coklat kelabu.
Sedangkan sifat-sifat
kimia tanah secara umum yang diperkirakan potensi kesuburan tanah di Sulawesi
Selatan terbagi menjadi 11 daerah :
1.
|
Daerah Kaya N
|
:
|
Pegunungan
gamping di Bone, Bulukumba dan Selayar
|
2.
|
Daerah rendah N
|
:
|
Pegunungan Barat dan Timur dataran Maros,Soppeng
dan sepanjang Sugai Walanae.
|
3.
|
Daerah Sangat Masam
|
:
|
Dataran rawa di Luwu Barat
|
4.
|
Daerah rendah/sangat
rendah dengan N & K
|
:
|
Sebagian besar daerah banjir Danau Tempe dan
Grumosol di Bone Utara
|
5.
|
Daerah rendah/sangat
rendah dengan NP & K
|
:
|
Dataran Sidrap Barat, dataran sekitar Ujung
Lamuru dan Bone
|
6.
|
Daerah masam/agak
masam dengan N rendah/sangat rendah
|
:
|
Sebagian dari dataran Pinrang, Walanae Selatan,
Ujung Lamuru, dataran Karama
|
7.
|
Daerah masam/agak
masam dengan K
rendah/sangat
|
:
|
Daerah Andosol di Lompobattang Timur
|
8.
|
Daerah masam/agak
masam dengan N & P
rendah/sangat
rendah
|
:
|
Sebagian dataran
Pinrang, jalur Barat pegunungan Barat,
dataran bukit Sengkang
bagian Barat dan Tenggara gunung Lompobattang, dataran Masamba dan daerah
pegunungan atas Polmas, Tana Toraja Barat dan Luwu Utara
|
9.
|
Daerah masam/agak
masam dengan N & K
|
:
|
Dataran Jeneberang (Gowa),
dataran Bajo Padangsappa (Luwu), daerah
bukit di Bantaeng, Kajang, (Bulukumba)
dan Bontoribu (Bone Selatan)
|
10.
|
Daerah masam/agak
masam dengan P & K
rendah/sangat rendah
|
:
|
Dataran Tappareng (Bone)
dan Wajo
|
11.
|
Daerah masam/agak
masam dengan NPK rendah/sangat rendah
|
:
|
Dataran Wajo utara,
dataran Mare (Bone) & dataran Luwu pada umumnya daerah landai di Bekeru (Sinjai)
dan Tanete (Bulukumba) semua daerah bukit dan gunung di Sidrap Utara,
Enrekang, Tana Toraja dan Luwu
|
3.
Pemanfataan
Lahan
Dari
luas wilayah daratan yang digunakan untuk pengembangan sector pertanian seluas
4.566.820 Ha. Dari jumlah lahan sawah seluas 600.393 Ha. tersebut diatas, baru
terdapat 369.850 Ha lahan yang sudah beririgasi, sehingga masih terdapat 228.404
Ha belum beririgasi. Selain peningkatan produktifitas, produksi pada dapat juga
ditingkatkan melalui pembangunan/ rehabilitasi jaringan irigasi. Untuk
mendukung program pemerintah peningkatan luas tanam nasional 1,5 juta Ha, maka
di Sulawesi Selatan terdapat potensi peningkatan luas melalui perbaikan dan
pembangunan jaringan irigasi mulai primer sampai dengan tersier. Perbaikan
irigasi pada prioritas I dapat meningkatkan luas tanam 24.000 ha di kabupaten
Pangkep, Pinrang, dan Sidrap. Pebaikan irigasi pada tahap selanjutnya di 23
Kab/Kota dapat meningkatkan luas tanam hingga 318.000 Ha.
Kawasan
hutan terdapat di Kabupaten Kepulauan Selayar yang merupakan taman nasional
laut/kawasan hutan perairan mencapai 450.836,23 Ha atau 17,56 % dari total luas
hutan negara yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 2.566.657,77 Ha. Kabupaten lain yang memiliki hutan negara
yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 734.755,48 Ha atau 17,75% dan
Kabupaten Luwu Utara seluas 530.001,46 Ha. Luwu seluas 275.437,81 Ha, dan
Kabupaten Bone seluas 124.325,44 Ha, serta Kabupaten Pangkep seluas 106.169,18
Ha. Kabupaten lainnya berada dibawah seratus ribu hektar. Areal Kehutanan
bertambah sebesar 715.355 Ha (21%) menjadi 3.428.167,34,Ha. tetapi hutan
lindung berkurang 12.002 Ha menjadi 1.221.558 Ha, hutan produksi terbatas
berkurang sebanyak 250.697 Ha (51%) menjadi 237.854 Ha, hutan produksi biasa
turun 19.000 Ha menjadi 112.641 Ha, Hutan suaka alam/wisata naik menjadi
1.026.793 Ha., sedangkan hutan produksi konversi
hanya pada Kab. Luwu Utara dan Timur naik 100 % menjadi 248.552 Ha, kawasan
perairan hanya di Selayar yaitu 580.765 Ha. Kawasan hutan terluas di Kabupaten
Luwu Timur naik menjadi 734.755,48 Ha, Luwu Utara menjadi 530.001 Ha, dan
Kabupaten Luwu 275.437,81 Ha. Selebihnya dibawah 100 Ha. Tiga daerah kawasan
hutan terendah Kota Pare-pare 2.312,6 Ha, Kab. Bantaeng 5.792 Ha, Takalar7.536
Ha, serta Jeneponto 9.599 Ha, dan Palopo 9.321 Ha.Areal Perkebunan sebesar
671.923 Ha meliputi:
Areal
perkebunan rakyat 669.438 Ha dan yang terluas merupakan areal tanam Coklat
sebesar 275.723 Ha dengan produksi mencapai 196.695 Ton, Kelapa dalam areal
tanam seluas 111.048 Ha dengan produksi mencapai 82.045 Ton, Jambu mete 63.818
Ha, denga produksi 19.733 Ton, kemudian Kopi Arabika 43.960 Ha, dengan produksi
21.798 Ton, Kopi robusta 26.440 Ha, dengan produksi sebesar 10.343 Ton,
kemudian cengkeh 44.524 Ha dengan produksi mencapai 16.385 Ton. Areal
perkebunan besar 15.079,51 Ha. Kondisi ini menunjukkan produktifitas lahan
belum maksimal untuk mendukung pencapaian target dalam RPJMD.
Dari
luas kawasan hutan Sulawesi Selatan terdapat hutan lindung seluas 1.221.558,96
Ha, dimana yang terluas adalah Kabupaten Luwu Utara 362.214 Ha, dan Luwu Timur
240.775 Ha. Hutan produksi terbatas yang terluas adalah Kabupaten Bone
80.478,30 Ha. Hutan produksi biasa terbesar di Kabupaten Gowa dengan luas
26.932,84 Ha. Kawasan perairan terbesar adalah Kabupaten Kepulauan Selayar
seluas 530.765 Ha, dan Kabupaten Pangkep seluas 50.000 Ha. Luasan kawasan hutan
umumnya memperlihatkan penurunan luasan setiap Tahun, hal ini perlu menjadi
perhatian minimal dapat mepertahankan untuk kelestarian SDA dan LH.di masa
datang.
Penggunaan
lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo.
Dimana sebahagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95
km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan
sebagai sawah yang menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang
dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah irigasi
mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng
Rappang, Sementara di Kabupaten Bone dan Wajo penggunaan sumber dari irigasi
tehnis masih rendah atau perlu mendapat perhatian.
Selain
itu, untuk usaha di sektor perikanan, potensi lahan yang dimiliki adalah seluas
172.681 Ha dengan rincian untuk usaha budidaya ikan di tambak 107.556,5 Ha,
budidaya ikan di kolam 10.519,8 Ha, budidaya ikan di areal persawahan 13.071,4
Ha, dan budidaya ikan di laut seluas 41.533,4 Ha. Dengan dukungan potensi
tersebut, tahun 2013, produksi perikanan secara keseluruhan sebesar 2,884.006,7
ton dengan nilai produksi mencapai Rp. 11.810.655.835.000. disamping itu, dari
usaha penangkapan juga didukung dengan jumlah armada sebanyak 39.632 buah
dengan alat tangkap sebanyak 50.817 unit.
4.
Penduduk
dan Angkatan Kerja
Perkembangan
penduduk Sulawesi Selatan hingga Tahun 2013 memperlihatkan peningkatan dengan
tingkat pertumbuhan penduduk dari Tahun 2010 hinggaTahun 2013 sebesar 1,2 persen.
Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada. Tahun 2012 adalah sebesar
8.190.222 jiwa, kemudian pada Tahun 2013 mencapai 8.324.265 jiwa dengan
pertumbuhan 1,1 persen. Jumlah penduduk terbesarTahun 2012 di Kota Makassar
yang merupakan pusat kegiatan perekonomian dan ibukota Provinsi Sulawesi
Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 1.368.473 jiwa. Terendah adalah Kab.
Selayar 124.319 jiwa dan Pare-pare yaitu 131.970 jiwa. Kepadatan penduduk di
Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2011 adalah 177 jiwa/km2. Kepadatan
penduduk tertinggi Makassar 7.786 jiwa/km2 kemudian Kotapare-pare 1.329, Palopo
615, Takalar 484, Bantaeng 453 jiwa/km2. Kepadatan terendah Kab. Luwu utara 36
jiwa dan Luwu timur 36 jiwa/km-2.
Jumlah
penduduk di Sulawesi Selatan pada Tahun 2013 diproyeksikan mencapai sebesar
8.342.000 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,13 persen (data resmi 2013 dari
BPS). Penduduk usia produktif adalah penduduk yang masih memiliki kemampuan
untuk melakukan pekerjaannya dan tidak bergantung kepada orang lain. Kelompok
usia produktif sebesar 4.370.922 Jiwa ( 53 persen) meliputi usia 15-50 Tahun.
Penduduk jenis kelamin wanita terbesar
di Kabupaten Bone sebesar 379.853 dengan sex ratio 90,84 dan terkecil dikota
Makassar. Dan yang terkecil jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Luwu Timur
dengan jumlah sebanyak 119.103 dengan Sex Ratio 106,14 persen. Penduduk
laki-laki terbesar di Kota Makassar dan yang terkecil di Kota Pare-Pare.
5.
Kondisi
Sosial dan Ekonomi
Pembangunan Sumber
Daya Manusia (SDM) suatu daerah akan menentukan karakter dari pembangunan
ekonomi dan sosial karena manusia adalah pelaku aktif dari seluruh kegiatan
pembangunan. Pembangunan sumberdaya
manusia di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh
keadaan sosial dan ekonomi terutama bagi pelaku usaha dan pelaku utama yang
dimulai dari tingkat pedesaan. Berikut ini gambaran keadaan sosial dan ekonomi
pedesaan dalam pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan di Sulawesi
Selatan.
a)
Keadaan
Sosial
Keadaan
sosial masyarakat di pedesaan tidak terlepas dari adat istiadat, budaya dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat Sulawesi Selatan. Dalam berusahatani
terutama Padi Sawah telah membudaya dilakukan musyawarah yang di kenal dengan
istilah “ Tudang Sipulung”. Istilah Tudang Sipulung ini di beberapa
wilayah di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama yakni Appalili di Kabupaten Gowa dan Takalar, Empo Sipatangareng di Kabupaten Jeneponto, Mesa Kada di Kabupaten Tana Toraja, Abbulosibatang di Kota Makassar, Manre Sipulung di Kabupaten Wajo, Mattudang-Tudangeng di Kabupaten Soppeng. Istilah tersebut merupakan suatu forum
konsultasi antara masyarakat Petani-Nelayan dengan Pemerintah yang dilaksanakan
secara rutin mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota dan tingkat
provinsi yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang mengikat, yang
dilaksanakan sebelum turun sawah / musim tanam melakukan pertemuan untuk
membahas masalah cuaca, pola tanam, jadwal hambur benih/tanam dan
persoalan-persoalan yang dihadapi petani/nelayan dalam melaksanakan
usahataninya mulai dai persiapan turun sawah sampai dengan kegiatan pasca
panen.
Selanjutnya
ditinjau dari peranan tenaga kerja
wanita atau istri petani dan pemuda tani masih kurang berperan dalam
teknis kegiatan bertani, dalam hal ini bahwa peranan wanita tani dan pemuda
tani masih menonjol dan terbatas pada kegiatan panen dan pasca panen.
b)
Keadaan
Ekonomi
Daerah Sulawesi Selatan menyandang
predikat sebagai lumbung pangan nasional khususnya padi, jagung, umbi-umbian
dan kacang-kacangan. Produksi padi sawah Tahun 2013 mencapai 5.035.831 juta ton
yang dipanen dari luas areal 983.107 Ha. atau rata-rata 5,12 ton per hektar.
Data ini mengalami kenaikan sebesar 0,03 ton per Ha. Areal panen padi sawah 983.107
ha. Produksi padi terbesar di Sulawesi Selatan berturut-turut adalah Kabupaten Wajo
mengalami penurunan menjadi 653.077 ton, Kabupaten Bone turun menjadi 643.568
ton, Kabupaten Pinrang turun menjadi 526.910 ton, sedang Kabupaten Sidrap naik menjadi
461.617 ton. Untuk produksi jagung Tahun 2013 mencapai 1.250.204 ton dimana mengalami penurunan 17 % dibanding
tahun 2012 yang disebabkan oleh kondisi iklim yang kurang mendukung, dan
meningkatnya luas tanam kedelei yang sebagian mengambil lahan jagung. Meskipun
demikian tahun 2015 diharapkan meningkat hingga 1,6 juta ton. Untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah
keempat daerah ini perlu penerapan tehnologi pengolahan. Produksi tanaman
perkebunan Tahun 2014, khususnya Kakao sebesar 176.587 Ton terbesar Luwu Utara
sebanyak 34.199 ton dan Luwu sebanyak 33.979 ton, Kelapa 80.795 terbesar di
selayar 24.180 ton dan 33.498 ton untuk kopi 33.498 Ton meliputi Kopi robusta
sebesar 12.235 ton terbesar di Sinjai dan Kopi Arabika sebesar 21.263 Ton
terbesar di Enrekang. Komoditi ini sebahagian besar dihasilkan dari perkebunan
rakyat sementara peran perkebunan besar (swasta) relatif sangat kecil.
6.
Komoditi
Kelautan dan Perikanan
Dalam mewujudkan sasaran program pembangunan di
sektor kelautan dan perikanan, dukungan potensi lahan usaha perikanan di
kabupaten kota sangat besar yakni 120.738 Ha untuk kegiatan budidaya tambak,
193.700 Ha budidaya laut, 100.803 budidaya air tawar, dan 200.800 Ha peraiaran
umum. Untuk potensi perikanan tangkap sebesar 929.720 ton/tahun. Potensi komoditi
unggulan perikanan di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel Produksi Perikanan tahun 2013
No.
|
Komoditi
|
Usaha
Perikanan
|
Produksi
(ton)
|
1.
|
Udang
|
budidaya
|
|
Udang
Windu
|
budidaya
|
15.319,10
|
|
Udang
Vanamae
|
budidaya
|
8.542,20
|
|
Udang
Lainnya
|
budidaya
|
10.559,40
|
|
2.
|
Rumput
Laut
|
||
Eucheuma
Cottonii
|
budidaya
|
1.661.334,5
|
|
Gracillaria
|
budidaya
|
760.819,7
|
|
3.
|
Ikan
|
||
Ikan
Bandeng
|
budidaya
|
119.887,10
|
|
Ikan
Mas
|
budidaya
|
7.294,20
|
|
Ikan
Nila
|
budidaya
|
3.320,10
|
|
Ikan
Lele
|
budidaya
|
1.558,60
|
|
Ikan
Gurame
|
budidaya
|
16,00
|
|
Ikan
Kakap
|
budidaya
|
1,60
|
|
Ikan
Kerapu
|
budidaya
|
8,90
|
|
Ikan
Patin
|
budidaya
|
30,90
|
|
Ikan
Lainnya
|
budidaya
|
3.046,80
|
|
4.
|
Perikanan
Laut
|
Penangkapan
|
277.894,00
|
5.
|
Perairan
Umum
|
Penangkapan
|
14.343,60
|
Sumber : Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan